Kemenkes Sebut Sunat Perempuan Tak Miliki Manfaat Medis dan Langgar HAM

Redaksi Akurasi.id
2 Min Read
Upacara sunat untuk anak perempuan di Gorontalo, 20 Februari 2017. (Bay Ismoyo/AFP)

Kemenkes tidak menganjurkan praktik sunat perempuan. Karena, dari sisi kesehatan sunat perempuan tidak memiliki manfaat medis dan langgar HAM.

Akurasi.id, Jakarta – Praktik sunat perempuan hingga kini masih mengalami pro dan kontra. Sebab, praktik yang telah menjadi tradisi dan turun temurun dari nenek moyang ini disebut tidak aman.

Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kementerian Kesehatan, Kartini Rustandi menegaskan, bahwa praktik sunat perempuan tidak memiliki manfaat medis. Tindakan yang kerap disebut sebagai praktik Pemotongan/Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP), itu bahkan dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Kartini menyebut, praktik tersebut malahan dapat memberikan konsekuensi negatif bagi kesehatan. Dalam jangka pendek sunat, perempuan berpotens menimbulkan komplikasi, demam, luka, perdarahan, pembengkakan jaringan genitalia, infeksi, masalah berkemih dan perlukaan pada jaringan sekitar organ genitalia.

Sedangkan dalam jangka panjang, sunat perempuan juga dapat berdampak pada kerusakan jaringan yang membutuhkan tindakan operasi lebih lanjut Peningkatan risiko komplikasi persalinan, dan bahkan kematian bayi baru lahir.

“Bahkan, bisa ada yang juga kalau kena klitorisnya akan terjadi berkurangnya hasrat seksual. Infeksi saluran kemih yang berlanjut, dan yang pasti kita khawatirkan adalah trauma psikologisnya,” papar Kartini sebagaimana melansir VOA Indonesia.

Dari Sisi Kesehatan, Sunat Perempuan Tidak Berpengaruh Apa-apa

Menanggapi praktik sunat perempuan, dokter spesialis kulit dan kelamin Retno Mustikaningsih tak memungkiri. Bahwa secara kultur, sunat perempuan masih banyak terjadi di masyarakat Indonesia.

Namun dari sisi kesehatan, menurutnya, tidak perlu dilakukan. Sebab, ada perbedaan fungsi atau manfaat sunat bagi laki-laki dan perempuan.

“Kalau pada laki-laki itu akan lebih sehat apabila melakukan sunat daripada yang tidak sunat. Sementara bagi perempuan tidak berpengaruh apa-apa sih. Tidak sunat, tidak apa-apa,” katanya.

Selain itu, lanjut Retno, praktik pada keamanan proses sunat turut menjadi perhatian. Harus memperhatikan berbagai aspek keamanan dan kebersihan alat untuk sunat. Apalagi jika penyunat bukan berasal dari tenaga medis.

“Ketika penatalaksanaannya tidak tepat, bisa berakibat fatal,bahkan bisa menimbulkan rasa sakit,” ungkap Kepala Bidang Organisasi Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski) Cabang Pontianak tersebut. (*)

Penulis: Pewarta
Editor: Devi Nila Sari

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *