Akurasi.id – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan akan melakukan evaluasi besar-besaran terhadap Pertamina sebagai respons atas kasus korupsi minyak mentah yang menyeret sejumlah petinggi perusahaan pelat merah tersebut. Langkah ini diambil untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan bisnis energi nasional.
Evaluasi Menyeluruh dan Potensi Merger
Dalam pernyataannya di Bandara Soekarno-Hatta pada Sabtu (1/3/2025), Erick menegaskan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam menghadapi kasus ini. Ia menekankan pentingnya sinergi antar-kementerian, termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), dalam mencari solusi yang tepat.
“Kita akan review total. Seperti apa nanti perbaikan-perbaikan yang bisa kita lakukan ke depan,” ujar Erick.
Salah satu langkah yang tengah dikaji adalah kemungkinan merger beberapa perusahaan di bawah naungan Pertamina. Erick menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam manajemen perusahaan.
“Kita petakan mana yang bisa lebih efisien. Ada holding, ada sub-holding, kita lihat apakah perlu ada perusahaan yang di-merger supaya nanti antara kilang dan Patra Niaga tidak ada pertukaran penjualan yang tidak efisien,” jelasnya.
Transparansi dan Pengawasan Semakin Ketat
Erick menegaskan bahwa kondisi keuangan Pertamina saat ini jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Ia meminta masyarakat untuk tidak langsung menilai buruk seluruh korporasi hanya karena ulah segelintir individu.
“Jangan sampai ada persepsi bahwa kalau ada oknum yang melakukan pelanggaran, maka seluruh korporasinya dianggap tidak baik. Kita harus jaga Pertamina karena mereka menjalankan banyak tugas negara yang penting,” tambahnya.
Menanggapi anggapan bahwa pemerintah kecolongan dalam kasus ini, Erick membantah keras. Menurutnya, sistem pengawasan di BUMN terus diperbaiki dalam lima tahun terakhir.
“Enggak ada yang namanya kecolongan. Kita sudah memperbaiki sistem. Laporan keuangan sekarang lebih transparan. Kita juga secara aktif mengoreksi diri dan melaporkan kasus-kasus korupsi yang ada,” tegasnya.
Erick menilai bahwa pengungkapan kasus ini justru menjadi bukti bahwa transparansi dan penegakan hukum berjalan dengan baik. “Kalau ada kasus korupsi yang terungkap, itu bukan berarti kita gagal. Justru ini bukti bahwa sistem pengawasan bekerja dengan baik,” katanya.
Pemulihan Kepercayaan Publik
Di tengah isu dugaan pencampuran (blending) bahan bakar, Erick juga menegaskan pentingnya memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap produk Pertamina. Ia mengungkapkan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kasus ini.
“Saya dan Pak Jaksa Agung rapat sampai jam 11 malam membahas apakah ini kasus blending oplosan atau bukan. Kita tidak mau berdebat, tapi kalau ada oplosan di titik tertentu, maka harus ditindak,” ujar Erick.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa tidak semua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia dimiliki oleh Pertamina. Banyak SPBU dikelola oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta swasta. Oleh karena itu, Erick mengajak masyarakat untuk tidak terburu-buru menyalahkan Pertamina secara keseluruhan.
“Kita juga harus menjaga ekosistem ini. Mayoritas SPBU di Indonesia bukan milik Pertamina, tapi UMKM dan swasta. Jadi, ketika ada pembenahan, jangan dengan emosi dan saling tuduh. Kita harus melihat masalah ini secara menyeluruh,” katanya.
Pergantian Direksi dan Koordinasi dengan Kejaksaan Agung
Dalam rangka penataan ulang manajemen, Erick memastikan bahwa pergantian Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga akan dilakukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dijadwalkan pada Maret 2025. Pergantian ini diperlukan untuk mengisi posisi Riva Siahaan yang saat ini terseret kasus dugaan korupsi tata kelola minyak.
“Di bulan Maret ini akan ada banyak rapat umum pemegang saham. Jadi, tentu pergantian Komisaris dan Direksi, kami sejalankan dengan rapat tahunan,” ujar Erick.
Dalam penanganan kasus ini, Kementerian BUMN akan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian ESDM dan SKK Migas. Erick juga menyebutkan bahwa dirinya akan bekerja sama dengan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk mencari solusi terbaik.
“InsyaAllah saya sama Pak Bahlil bisa kasih solusi ini,” tegasnya.
Sorotan DPR dan Perlunya Pengawasan Ketat
Menanggapi skandal ini, anggota Komisi XII DPR RI Meitri Citra Wardani menyatakan keprihatinannya. Ia menilai bahwa skandal ini terjadi karena lemahnya pengawasan dan rapuhnya manajemen perusahaan.
Menurut Meitri, Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2021 sebenarnya memiliki semangat yang baik dalam memastikan pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri. Namun, implementasi aturan ini kurang efektif tanpa pengawasan yang kuat.
“Lemahnya praktik pengawasan ini akhirnya membuka celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyusup dan merusak sistem bisnis Pertamina sehingga berakibat pada kerugian negara,” jelas Meitri.
Ia menekankan bahwa lemahnya pengawasan secara tidak langsung berkontribusi terhadap moral hazard di dalam perusahaan. Tanpa sistem kontrol yang ketat, para oknum merasa aman untuk melakukan tindakan tidak etis atau ilegal.
“Mekanisme kontrol dan pengawasan internal dan eksternal yang tidak berjalan dengan optimal membuat mereka yang memiliki niat tidak baik bisa dengan mudah melakukan manipulasi data, mengatur tender, dan terpengaruh oleh bujuk rayu oknum di luar perusahaan,” ujarnya.
Untuk itu, Meitri menegaskan bahwa sistem pengawasan harus diperkuat, pengambilan keputusan di perusahaan harus berbasis transparansi dan akuntabilitas, serta sanksi berat harus diterapkan untuk memberikan efek jera.
Kasus korupsi di lingkungan Pertamina menjadi tamparan keras bagi industri energi nasional. Namun, langkah tegas Erick Thohir dalam melakukan evaluasi total dan menata ulang sistem di Pertamina menunjukkan komitmen pemerintah dalam menegakkan transparansi dan akuntabilitas. Dengan pengawasan yang lebih ketat dan koordinasi antar-kementerian yang solid, diharapkan kasus serupa tidak terulang di masa depan.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy