Lombok Tengah, Akurasi.id — Kasus pernikahan anak di bawah umur kembali mencuat di Nusa Tenggara Barat (NTB), menyusul viralnya video prosesi nyongkolan, tradisi adat pernikahan suku Sasak, yang memperlihatkan pasangan remaja asal Lombok Tengah. Kedua mempelai diketahui berinisial SMY (15) dan SR (17), yang masih berstatus sebagai pelajar.
Pernikahan ini menuai sorotan publik dan memicu polemik karena melanggar batas usia minimum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang telah diubah menjadi 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan.
Menanggapi viralnya kasus ini, Kepolisian Daerah NTB bergerak cepat. AKBP Ni Made Pujawati, Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB, menyatakan bahwa pihaknya sudah melakukan identifikasi awal bersama Polres Lombok Tengah dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA).
“Kami masih lakukan identifikasi. Tim sudah turun ke lapangan untuk menelusuri keterlibatan semua pihak,” ungkap AKBP Pujawati, Minggu (25/5/2025).
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 76D dan 81, pernikahan anak di bawah umur tanpa dispensasi pengadilan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana yang bisa dikenai hukuman penjara.
Hingga kini, belum dapat dipastikan apakah pernikahan tersebut telah mendapatkan izin pengadilan atau tidak. Polisi masih mendalami proses dan legalitas pernikahan tersebut, sembari mengedepankan prinsip kehati-hatian dan asas perlindungan anak.
Terpisah, Ketua LPA Kota Mataram, Joko Jumadi, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah melaporkan kasus ini ke Polres Lombok Tengah sejak Sabtu (24/5/2025). Laporan tersebut ditujukan kepada semua pihak yang diduga terlibat dalam pernikahan anak ini, mulai dari orang tua hingga tokoh agama dan penghulu.
“Prosesi sempat dicegah oleh perangkat desa dan aparat lingkungan, tetapi tetap berlangsung. Maka laporan kami tujukan ke semua pihak yang mengesahkan pernikahan ini,” jelas Joko.
Pada Selasa (27/5/2025), pasangan pengantin muda itu memenuhi panggilan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Lombok Tengah untuk dimintai keterangan. Mereka hadir bersama orang tua, kuasa hukum, serta puluhan keluarga dan warga yang mendampingi.
Muhanan, kuasa hukum pasangan tersebut, menyatakan bahwa kliennya akan kooperatif dalam proses hukum.
“Kami hadir sebagai warga negara yang taat hukum. Kami akan memberikan keterangan sesuai fakta,” ujarnya.
Di sisi lain, sosiolog Universitas Mataram (Unram), Nila Kusuma, menilai maraknya pernikahan usia anak di NTB sebagai akibat lemahnya kontrol sosial dari lingkungan keluarga dan masyarakat.
“Kurangnya pengawasan atas pergaulan dan aktivitas anak, termasuk penggunaan media sosial, menjadi faktor utama meningkatnya pernikahan usia dini,” jelasnya.
Nila menyerukan perlunya penguatan kontrol sosial dan edukasi berkelanjutan untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy